Jumat, 05 Juli 2013

3


Berkali-kali ibu memintaku untuk pulang, aku tetap menolak, tetap pada pendirianku. Akhirnya ia pulang, aku tau bahwa ibu mengerti perasaanku. Aku berdiri didepan pintu, melihat ibu pergi. Saat kubalikkan badanku kulihat Lina berdiri disudut ruang tamu, sambil tersenyum padaku, aku menghapus air mataku dan tersenyum padanya.
          Keesokan harinya, aku menemani Lina mencari pekerjaan, kami menelusuri sepanjang trotoar, udara panas, kendaraan lalu lalang di pinggir jalan, rasanya  dadaku sesak. Lalu lalang angkutan umum menimbulkan asap-asap yang menggepul di udara, sambil terdengar suara seorang kernet angkot yang berteriak-teriak tak karuan.
          Hari sudah mulai sore, tak terasa seharian aku dan Lina berjalan disepanjang trotoar ditemani dengan terik sinar matahari yang menyengat. Akhirnya kami putuskan untuk pulang ke rumah.
          Sesampainya di rumah, aku mendapat telfon dari ibu, bahwa kakek sakit, penyakit jantungnya kambuh lagi. Aku kaget, tubuhku menjadi kaku, handphone ber-merk Blueberry berwarna silver bervariasi gambar angry bird yang ku tempelkan di bagian belakangnya jatuh di lantai, bagian-bagiannya pun terpisah. Tak peduli akan itu, aku segera mengambil motor dan pergi ke rumah, yang sebelumnya aku sudah berjanji tidak akan kembali.
          Sesampainya di sana, aku berhenti di depan gerbang, seseorang menyapaku…
“Non Alice? Silahkan masuk Non!”.
Dia satpam penjaga rumah ini. Aku hanya menganggukkan kepalaku, dan masuk ke dalam. Suasananya tak jauh beda dari 2 bulan yang lalu, saat aku meninggalkan rumah. Kulihat sesosok gadis berambut panjang, memakai setelan motif batik modern warna biru berhiaskan warna abu-abu, ia berjalan kearahku. Dengan mata yang tampak berkaca-kaca melihatku, ia memelukku. Dia Santi, anak paman.
          Aku masuk ke dalam rumah bersamanya, Santi membawaku ke dalam kamar. Kraggh… Pintu terbuka, terlihat banyak orang di dalam sana, pamanku, bibiku, ibu, ayah, nenek yang duduk di kursi roda, dan kakek yang terbaring lemas di atas ranjang dengan sprei bermotif bunga, berwarna hijau, kesukaannya. Semua mata tertuju padaku. Ibu segera memelukku dan membawaku mendekat.
“Anak tidak tau diri! Pergi dari rumah tidak memikirkan keluarga, inilah akibatnya, lihat kakekmu, mulai saat ini, kamu tidak boleh pergi kemana-mana”. Bentak nenek padaku, tanpa menatap wajahku.
          Semua tampak sunyi, tak ada satupun yang bicara, ibu hanya bisa memelukku, mencoba menenangkanku. Aku ingin membantah perkataan nenek. Tapi tidak, dia nenekku, orang yang harus aku hormati. Tanpa berkata apa-apa, aku melepas pelukan ibu dan berlari menuju kamarku. Aku telungkup di tempat tidurku. Ku peluk bantal erat-erat. Tapi semua itu tak akan bisa mengurangi kesunyian yang kurasakan. Air mataku mengalir tiada henti, mataku tampak membengkak, kelopak mataku dipenuhi air mata yang mulai jatuh membasahi pipiku.
          Semua kejadian yang kualami hari ini sungguh menyakitkan dan membuat kepalaku sakit. Salahkah aku bila ingin menentukan hidup sendiri tanpa mereka? Haruskah aku menyerah?. Ya Tuhan, aku mohon dengan kesungguhan hati, berikan yang terbaik untukku dan semua keluargaku. Aku lelah dengan semua ini, aku ingin tertidur untuk selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar