Berkali-kali ibu memintaku untuk pulang, aku tetap
menolak, tetap pada pendirianku. Akhirnya ia pulang, aku tau bahwa ibu mengerti
perasaanku. Aku berdiri didepan pintu, melihat ibu pergi. Saat kubalikkan
badanku kulihat Lina berdiri disudut ruang tamu, sambil tersenyum padaku, aku
menghapus air mataku dan tersenyum padanya.
Keesokan
harinya, aku menemani Lina mencari pekerjaan, kami menelusuri sepanjang
trotoar, udara panas, kendaraan lalu lalang di pinggir jalan, rasanya dadaku sesak. Lalu lalang angkutan umum
menimbulkan asap-asap yang menggepul di udara, sambil terdengar suara seorang
kernet angkot yang berteriak-teriak tak karuan.
Hari sudah
mulai sore, tak terasa seharian aku dan Lina berjalan disepanjang trotoar
ditemani dengan terik sinar matahari yang menyengat. Akhirnya kami putuskan untuk
pulang ke rumah.
Sesampainya
di rumah, aku mendapat telfon dari ibu, bahwa kakek sakit, penyakit jantungnya
kambuh lagi. Aku kaget, tubuhku menjadi kaku, handphone ber-merk Blueberry berwarna
silver bervariasi gambar angry bird yang ku tempelkan di bagian belakangnya jatuh
di lantai, bagian-bagiannya pun terpisah. Tak peduli akan itu, aku segera
mengambil motor dan pergi ke rumah, yang sebelumnya aku sudah berjanji tidak
akan kembali.
Sesampainya
di sana, aku berhenti di depan gerbang, seseorang menyapaku…
“Non Alice? Silahkan masuk Non!”.
Dia satpam penjaga rumah ini. Aku hanya menganggukkan
kepalaku, dan masuk ke dalam. Suasananya tak jauh beda dari 2 bulan yang lalu,
saat aku meninggalkan rumah. Kulihat sesosok gadis berambut panjang, memakai
setelan motif batik modern warna biru berhiaskan warna abu-abu, ia berjalan
kearahku. Dengan mata yang tampak berkaca-kaca melihatku, ia memelukku. Dia
Santi, anak paman.
Aku masuk
ke dalam rumah bersamanya, Santi membawaku ke dalam kamar. Kraggh… Pintu
terbuka, terlihat banyak orang di dalam sana, pamanku, bibiku, ibu, ayah, nenek
yang duduk di kursi roda, dan kakek yang terbaring lemas di atas ranjang dengan
sprei bermotif bunga, berwarna hijau, kesukaannya. Semua mata tertuju padaku.
Ibu segera memelukku dan membawaku mendekat.
“Anak tidak tau diri! Pergi dari rumah tidak memikirkan
keluarga, inilah akibatnya, lihat kakekmu, mulai saat ini, kamu tidak boleh
pergi kemana-mana”. Bentak nenek padaku, tanpa menatap wajahku.
Semua
tampak sunyi, tak ada satupun yang bicara, ibu hanya bisa memelukku, mencoba
menenangkanku. Aku ingin membantah perkataan nenek. Tapi tidak, dia nenekku, orang
yang harus aku hormati. Tanpa berkata apa-apa, aku melepas pelukan ibu dan
berlari menuju kamarku. Aku telungkup di tempat tidurku. Ku peluk bantal
erat-erat. Tapi semua itu tak akan bisa mengurangi kesunyian yang kurasakan.
Air mataku mengalir tiada henti, mataku tampak membengkak, kelopak mataku
dipenuhi air mata yang mulai jatuh membasahi pipiku.
Semua
kejadian yang kualami hari ini sungguh menyakitkan dan membuat kepalaku sakit.
Salahkah aku bila ingin menentukan hidup sendiri tanpa mereka? Haruskah aku menyerah?.
Ya Tuhan, aku mohon dengan kesungguhan hati, berikan yang terbaik untukku dan
semua keluargaku. Aku lelah dengan semua ini, aku ingin tertidur untuk
selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar